TSWpGUA9Tfd6GUO7GprpGSM7Td==

Gaduh SIREKAP dan Problem Hukumnya

Abd. Rahman Saleh

Oleh : Abd. Rahman Saleh*

Pemilu 2024 telah usai dilaksanakan. Masyarakat tinggal menunggu pengumuman KPU untuk mengumumkan siapa yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden dan siapa yang terpilih menjadi anggota DPR dan DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten Kota secara sah . Penghitungan secara manual atau real count terus bergulir dan berlanjut.

Saat ini publik dibuat gaduh akibat sirekap yang di klaim KPU sebagai penghitungan dari Sistem Informasi Rekapitulasi yang dikembangkan dan digunakan oleh KPU untuk penghitungan suara sebagai alat canggih untuk merekap hasil pemilu. Sirekap oleh KPU dianggap mempunyai keunggulan untuk menciptakan pemilu yang profesional dan untuk memberikan informasi kemudahan bagi masyarakat mengakses segala informasi pemilu. Itupun dibuat dengan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024. Sirekap adalah tidak lain adalah perangkat aplikasi berbasis tehnologi informasi sebagai sarana informasi dan publikasi hasil penghitungan suara dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara serta sebagai alat bantu dalam pelaksanaan hasil penghitungan suara pemilu.

Apa yang digaungkan oleh KPU hanya isapan jempol semata. Dalam kenyataanya sirekap menimbulkan kegaduhan publik. Terutama bagi peserta pemilu. Campur aduk kesalahan penghitungan yang tersistem melalui sirekap ternyata tidak akurat dan menimbulkan masalah ketidak percayaan kepada KPU akibat apliaksi sirekap tidak sesuai dengan hasil model penghitungan secara manual dan model C1 sebagai alat ukur keabsahan hitungan yang sah secara hukum. Permainan terhadap sirekap mencuat dan sangat menimbulkan tanda tanya apakah ini sebagai alat oleh KPU untuk membuat curang atau seperti apa. Ambil contoh terkini suara partai PSI mengalami anomali suara tambahan yang cukup besar. Hampir mendekati 4% suara nasional sebagai alat ukur untuk memposisikan masuk parlemen di DPR RI. Begitu juga dengan riak protes dari elit PPP yang suaranya tergerus berkurang yang awalnya sudah masuk 4% tergerus ke 3 % lebih. Bahkan ketua PPP Ahmad Baidowi emosi suaranya di TPS Sampang pindah ke PSI.

Tentunya dengan kejadian ini sirekap sudah tidak lagi dipercaya oleh masyarakat sebagai aplikasi yang dibuat oleh KPU sebagai alat ukur penghitungan secara elektronik. Ternyata banyak problem masalah dan tentu ini kalau berkelanjutan problem hukum akan banyak masuk ke MK untuk menggugat hasil penghitungan yang dipakai dengan sistem sirekap.

Untuk tidak menimbulkan kegaduhan yang terus berkelanjutan seharusnya KPU tidak lagi menggunakan sirekap sebagai alat hitung elektronik yang tersampaikan ke publik. Gunakanlah penghitungan secara manual real count sebagai alat hitung yang dibenarkan secara hukum oleh Undang-Undang Pepemiluan yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu juga yang telah diatur didalam PKPU Nomor 25 Tahun 2023 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Dalam pemilihan Umum.

Sirekap yang telah menimbulkan kegaduhan publik dan menjadi ketakutan psikologis bagi masyarakat terutama peserta pemilu akan terus berlanjut mana kala tetap dijadikan alat ukur hitung di sistem di KPU. Kekahawatiran memainkan data dan memainkan data untuk memenangkan peserta pemilu akan berakibat pada banyaknya sengketa hukum kepemiluan.

Pemilu kali ini penuh dengan intrik dan tipu daya pemilu secara samar dan masif. Dari kasus umur calaon peserta pemilu presiden wakil presiden di MK yang menimbulkan umur atau batas usia calon presiden wakil presdien yang di sulap di MK menjadi noda yang tak terbantahkan yang mengakibatkan dicabutkan posisi ketua MK Anwar Usman dari jabatan ketua MK. Belum lagi ketua KPU yang berkali-kali melanggar kode etik pemilu menambah catatan merah dipemilu kali ini.

Sirekap yang banyak dipertanyakan keakuratannya yang sulit dinalar karena memasukkan aplikasi pernhitungan yang sering salah dan banyak salah. Bahkan diakui ada kesalahan sistem di serakap menjadi catatan merah juga dipemilu kali ini. Pasti kalau sirekap tetap diajadikan panduan dan acuan dan menimbulkan banyak korban dari sirekap akan ada gelombang kemarahan masyarakat yang tidak terima dengan sirekap yang diproduk oleh KPU. KPU sekan mau bermain-main denga pemilu di tahun 2024 ini. Karena kalau kita telisik tidak ada sirekap di mepmilu sebelumnya. Sengketa hukum dakan menjadi gelombang yang tiada henti nantinya apabila serakap masih bermain-main dengan oleh data yang tidak akurat.

Adalah hak kostitusional warga masyarakat terutama peserta pemilu untuk melakukan gugatan hukum mana kalah ada manipulasi data perolehan suara melalui sirekap. Payung hukum kepemiluan yang tertata di dalam UU Pemilu dan peraturan pelaksananya melalui turunan peraturan KPU tetaplah menggunakan hitung manual sebagai acuan hitung untuk menentukan pemenang peserta pemilu sebagai alat hukurnya. Hindarilah sirekap dalam hitung keabsahan hasil pemilu agar tidak menimbulkan problem hukum yang menyeruak ditengan kehidupan berdemokrasi. Bagaimanapun demokrasi adalah sebagai alat ukur kemajuan bangsa dan negara. apabila pemilu curang maka mandat negara akan tersandra bagi pemimpin negara yang dibuat keterpilihannya akibat curang. Pasti dicap oleh negara lain bahwa kita masih belum sehat dalam berdemokrasi melalui pemilu.


*Abd. Rahman Saleh, Dosen Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo

0Komentar