TSWpGUA9Tfd6GUO7GprpGSM7Td==

Pemilu dan Tirani Kekuasaan


Oleh: Abd. Rahman Saleh*

Arah dan tujuan pemilu tergerus oleh ambisi kuasa, oleh politik kekuasaan yang menyusup melalui sendi-sendi  yang menjadi pilar kekuatan kekuasaan. 

Tidak sedikit masyarakat    heran dan masyqul  ketika melihat pemilu  yang dilaksanakan dan memilih pilihan politik    ada desakan dan arahan untuk memilih calon tertentu dengan sejumlah giringan dan tekanan politik.  Ada yang mekakai iming iming akan dinaikkan posisi jabatannya  apabila memilih calon presiden dan wakil presiden tertentu  bagi mereka yang mempunyai jabatan Aparatur Sipil  Negara. Begitu juga dengan masyarakat luas  dengan diberi sejumlah uang untuk memilih  calon tertentu  dalam pilihan politiknya agar terpilih menjadi jabatan politik. Fakta yang demikian semakin tak terhindarkan dimasa kini di pelaksanaan pemilu moderen ditahun 2024. Fenomena bagi – bagi bansos yang diklim  sebagai bansos karena peran kekuasaan agar memilih calon yang  didukung kekuasaan  dan semacamnya. 

Hukum kepemiluan  untuk menegakkan hak-hak politik masyarakat untuk menjamin kepastain kedilan dalam pemilu runtuh manakalah politik kekuasaan memerankan diri untuk mendorong kekuatan pemilu untuk melanggengkan kekuasaan.  Banyaknya kesewenang-wenangan dan arahan yang tanpa batas bagi  aparatur sipil negara  menajadikan hukum kepemiluan yang dibungkus dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017   menjadi tumpul  tidak mampu memotong kesewenang-wenangan kekuatan kekuasaan  serta tidak mampu  menegakkan keadilan yang ada dalam pemilu.  Pemilu tidak mampu menampilkan jatidirinya  sebagai ajang pilihan politik yang demokratis dan bermartabat. Arah dan tujuan pemilu tergerus oleh ambisi kuasa, oleh politik kekuasaan yang menyusup melalui sendi-sendi yang menjadi pilar kekuatan kekuasaan. Melalui  Aparat Negara  melalui TNI maupun Polri  serta Aparatus Sipil Negara  politik kekuasaan menyusup  agar ada kelangengan kekuasaan  dengan kelompok kekuatan kekuasaan yang telah dibangunya. 

Produk  pemilu  untuk mengahasilkan pilihan politik yang baik dan menghasilkan kekuasaan  bermartabat jauh arahnya. Politik kekuasan kerap kali   melakukan intervensi yang begitu hebat  terhadap  penyelenggara pemilu dan intusi hukum kostitusi. Hal ini berbanding lurus dengan Mahkamah Kostitusi  yang diguncang skadal pelanggaran etik berat bagi Sang Ketua Mahmakah Kostitusi Anwar Usman akibat skadal putusan nomor 90 tahaun 2023. Begitu juga dengan KPU  dengan skandal etik pelanggaran berat  yang telah menghukum seluruh anggota KPU dengan pelanggaran etik akibat meloloskan Prabowo Subianto dan Gibran dalam pendafataran sebagai calon presiden dan wakil presiden tanpa   menelaah  putusan Mahkamah kostitusi Nomor 90 Tahun 2023.  Pengaruh politik kekuasaan dalam pemilu  tidak lepas dari   melanggar  aturan kepemiluan  yang merupakan produk hukum untuk mengatur sistem pemilu dijalankan.

Setiap kekuasaan pasti ada kekuatan yang menjadi pendorong kekuasaan itu sendiri. Sistem pemilu kepartaian yang ada di Indonesia yang ikut mendorongdan melahirkan kekuasaan   tidak lepas dari diterminan partai politik.  Melalui partai politiklah politik kekuasaan dibangun dan dibentuk. Tidak mungkin bisa seseorang akan menjadi anggota DPR maupun DPRD kota dan kabupaten tanpa melalui partai politik. Partai politik merupakan kekuatan luar biasa    sebagai ujung tombak terbentuknya kekuasaan.  Ketika berkuasa, kekuasaan tidak bisa memerankan diri berkuasa secara sendiri. Ada sokongan politik dari partai-partai ketika bertarung di pemilu  untuk menjadi pemegang  kekuasaan. Akibatnya ketika berkuasa  baik presiden maupun wakilnya , baik DPR  pasti politik kekuasaanya  selalu berkohesi dengan kekuatan partai politik. Partai politik mempunyai kendali yang begitu besar dalam membangun politik kekuasaan. Politik kekuasaan ssebagai arah  bagaimana ketika berkuasa dan bagaimana memegang kendali kekuasaan. 

Tirani kekuasaan akan menyebabkan runtuhnya bangunan bangsa yang beradab.

Asumsi dasar  dalam pemilu  pada dasarnya ingin membentuk kekuasan melalui pemilu. Ruang pemilu menjadi ajang kontestasi untuk terbentuknya kekuasaan. Tidak bisa kekuasan dibentuk dengan sendiri karena bagunan demokrasi kekuasaan di Indonesia dibangun melalui sistem pemilu yang demokratis. Demokrasi  sebagai wajah  dalam pemilu membingkai diri    sebagai jalan dan arah kekuasaan. Kekuasaan dalam politik kekuasaanya idelanya  adalah tidk boleh ada keangkuhan dan tidak boleh ada legetimimasi kekuasaan untuk tetap langgeng.. Ada kostitusi negara yang telah nyata bahwa ada politik lima tahunan melalui pemilihan umum. Presiden  tidak selamanya berkuasa karena  ada batas limit waktu yang menjadi mandat kostitusi yakni  menjabat lima tahun dan bisa menjabat lima tahun berikutnya. Setelah menjabat   selama dua priode jabatannya maka lepaslah secara total jabatan yang melekat  untuk menjadi presiden. Konfigurasi politik kekuasaan berbanding lurus dengan kostitusi negara. Tidak boleh ada politik kekuasaan untuk tetap berkuasa selama-lamanya. Politik kekuasan harus dibangun dengan pondasi mental kenegarawanan yang mumpuni  yang taat akan hukum dan kostutusi. 

Ruas jalan politik kekuasan tidak hanya untuk mencapai kekuasaan semata. Politik kekuasan harus mengukur dengan amal ilmiah ketika berkuasa. Ada roh dasar ketika berkuasa yakni akan melakukan politik pemerintahan yang baik dan benar sesuai dengan jalur dan rel yang telah dibangun melalui pondasi dasar bangsa. Yakni pancasila dan Undang-Undang dasar 1945  yang mengatur irama kebangsaan ketika berkuasa. Politik kekuasaan  harus sejalan dengan tujuan pemilu  dalam pilihan politik. Menciptakan ruang demokrasi dan meluruskan demokrasi ketika memegang kendali kekuasaan. Bukan menjadi tirani ketika memegang kekuasaan. Tirani kekuasaan akan menyebabkan runtuhnya bangunan bangsa yang beradab.

Politik oligargi  yang hanya mengedepankan kepentingan kelompok dan mempertahankan kekuasaan semata merupakan  tirani kekuasaan. Tirani kekuasaan adalah penindasan terhadap hak-hak demokrasi dalam berserikat dan berkumpul dan kebebasan dalam memilih. Kebebasan dalam memilih diberikan ruang yang begitu lebar oleh negara. Ruas –ruas jalanya telah tertata melalui kostitusi. Intervensi kekuatan kekuasaan kepada  pemilu merupakan kejahatan yang luar biasa. Semuanya serba sok kuasa mempung lagi berkuasa. Lahirnya tirani kekuasaan yang didasari sifat menindas den mencengkram suara rakyat merupakan kejahatan demokrasi yang harus dilawan. Martabat bangsa merdeka untuk berdemokrasi secara baik dan tertata merupakan cita ideal bangsa dalam membangun peradaban bangsa yang tangguh  dengan tujuan tercipta  keharmonisan bangsa.  Tipoloni tirani kekuasaan berbanding lurus  dengan sikap  pemimpin negara yang tidak bijak dalam memberikan ruang kepada kebebasan dalam demokrasi dalam pemilu. Ada keberpihakan pemimpin negara kepada kontestasi pilihan politik tertentu merupakan tirani kekuasaan yang sangat melukai sendi nilai pemilu dan demokrasi dalam berbangsa.


*Abd. Rahman Saleh,

Dosen Universitas Ibrahimy Sukorejo  Situbondo

0Komentar