Arah dan tujuan pemilu tergerus oleh ambisi kuasa, oleh politik kekuasaan yang menyusup melalui sendi-sendi yang menjadi pilar kekuatan kekuasaan.
Tidak sedikit masyarakat heran dan masyqul ketika melihat pemilu yang dilaksanakan dan memilih pilihan politik ada desakan dan arahan untuk memilih calon tertentu dengan sejumlah giringan dan tekanan politik. Ada yang mekakai iming iming akan dinaikkan posisi jabatannya apabila memilih calon presiden dan wakil presiden tertentu bagi mereka yang mempunyai jabatan Aparatur Sipil Negara. Begitu juga dengan masyarakat luas dengan diberi sejumlah uang untuk memilih calon tertentu dalam pilihan politiknya agar terpilih menjadi jabatan politik. Fakta yang demikian semakin tak terhindarkan dimasa kini di pelaksanaan pemilu moderen ditahun 2024. Fenomena bagi – bagi bansos yang diklim sebagai bansos karena peran kekuasaan agar memilih calon yang didukung kekuasaan dan semacamnya.
Hukum kepemiluan untuk menegakkan hak-hak politik masyarakat untuk menjamin kepastain kedilan dalam pemilu runtuh manakalah politik kekuasaan memerankan diri untuk mendorong kekuatan pemilu untuk melanggengkan kekuasaan. Banyaknya kesewenang-wenangan dan arahan yang tanpa batas bagi aparatur sipil negara menajadikan hukum kepemiluan yang dibungkus dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menjadi tumpul tidak mampu memotong kesewenang-wenangan kekuatan kekuasaan serta tidak mampu menegakkan keadilan yang ada dalam pemilu. Pemilu tidak mampu menampilkan jatidirinya sebagai ajang pilihan politik yang demokratis dan bermartabat. Arah dan tujuan pemilu tergerus oleh ambisi kuasa, oleh politik kekuasaan yang menyusup melalui sendi-sendi yang menjadi pilar kekuatan kekuasaan. Melalui Aparat Negara melalui TNI maupun Polri serta Aparatus Sipil Negara politik kekuasaan menyusup agar ada kelangengan kekuasaan dengan kelompok kekuatan kekuasaan yang telah dibangunya.
Produk pemilu untuk mengahasilkan pilihan politik yang baik dan menghasilkan kekuasaan bermartabat jauh arahnya. Politik kekuasan kerap kali melakukan intervensi yang begitu hebat terhadap penyelenggara pemilu dan intusi hukum kostitusi. Hal ini berbanding lurus dengan Mahkamah Kostitusi yang diguncang skadal pelanggaran etik berat bagi Sang Ketua Mahmakah Kostitusi Anwar Usman akibat skadal putusan nomor 90 tahaun 2023. Begitu juga dengan KPU dengan skandal etik pelanggaran berat yang telah menghukum seluruh anggota KPU dengan pelanggaran etik akibat meloloskan Prabowo Subianto dan Gibran dalam pendafataran sebagai calon presiden dan wakil presiden tanpa menelaah putusan Mahkamah kostitusi Nomor 90 Tahun 2023. Pengaruh politik kekuasaan dalam pemilu tidak lepas dari melanggar aturan kepemiluan yang merupakan produk hukum untuk mengatur sistem pemilu dijalankan.
Setiap kekuasaan pasti ada kekuatan yang menjadi pendorong kekuasaan itu sendiri. Sistem pemilu kepartaian yang ada di Indonesia yang ikut mendorongdan melahirkan kekuasaan tidak lepas dari diterminan partai politik. Melalui partai politiklah politik kekuasaan dibangun dan dibentuk. Tidak mungkin bisa seseorang akan menjadi anggota DPR maupun DPRD kota dan kabupaten tanpa melalui partai politik. Partai politik merupakan kekuatan luar biasa sebagai ujung tombak terbentuknya kekuasaan. Ketika berkuasa, kekuasaan tidak bisa memerankan diri berkuasa secara sendiri. Ada sokongan politik dari partai-partai ketika bertarung di pemilu untuk menjadi pemegang kekuasaan. Akibatnya ketika berkuasa baik presiden maupun wakilnya , baik DPR pasti politik kekuasaanya selalu berkohesi dengan kekuatan partai politik. Partai politik mempunyai kendali yang begitu besar dalam membangun politik kekuasaan. Politik kekuasaan ssebagai arah bagaimana ketika berkuasa dan bagaimana memegang kendali kekuasaan.
Tirani kekuasaan akan menyebabkan runtuhnya bangunan bangsa yang beradab.
Asumsi dasar dalam pemilu pada dasarnya ingin membentuk kekuasan melalui pemilu. Ruang pemilu menjadi ajang kontestasi untuk terbentuknya kekuasaan. Tidak bisa kekuasan dibentuk dengan sendiri karena bagunan demokrasi kekuasaan di Indonesia dibangun melalui sistem pemilu yang demokratis. Demokrasi sebagai wajah dalam pemilu membingkai diri sebagai jalan dan arah kekuasaan. Kekuasaan dalam politik kekuasaanya idelanya adalah tidk boleh ada keangkuhan dan tidak boleh ada legetimimasi kekuasaan untuk tetap langgeng.. Ada kostitusi negara yang telah nyata bahwa ada politik lima tahunan melalui pemilihan umum. Presiden tidak selamanya berkuasa karena ada batas limit waktu yang menjadi mandat kostitusi yakni menjabat lima tahun dan bisa menjabat lima tahun berikutnya. Setelah menjabat selama dua priode jabatannya maka lepaslah secara total jabatan yang melekat untuk menjadi presiden. Konfigurasi politik kekuasaan berbanding lurus dengan kostitusi negara. Tidak boleh ada politik kekuasaan untuk tetap berkuasa selama-lamanya. Politik kekuasan harus dibangun dengan pondasi mental kenegarawanan yang mumpuni yang taat akan hukum dan kostutusi.
Ruas jalan politik kekuasan tidak hanya untuk mencapai kekuasaan semata. Politik kekuasan harus mengukur dengan amal ilmiah ketika berkuasa. Ada roh dasar ketika berkuasa yakni akan melakukan politik pemerintahan yang baik dan benar sesuai dengan jalur dan rel yang telah dibangun melalui pondasi dasar bangsa. Yakni pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 yang mengatur irama kebangsaan ketika berkuasa. Politik kekuasaan harus sejalan dengan tujuan pemilu dalam pilihan politik. Menciptakan ruang demokrasi dan meluruskan demokrasi ketika memegang kendali kekuasaan. Bukan menjadi tirani ketika memegang kekuasaan. Tirani kekuasaan akan menyebabkan runtuhnya bangunan bangsa yang beradab.
Politik oligargi yang hanya mengedepankan kepentingan kelompok dan mempertahankan kekuasaan semata merupakan tirani kekuasaan. Tirani kekuasaan adalah penindasan terhadap hak-hak demokrasi dalam berserikat dan berkumpul dan kebebasan dalam memilih. Kebebasan dalam memilih diberikan ruang yang begitu lebar oleh negara. Ruas –ruas jalanya telah tertata melalui kostitusi. Intervensi kekuatan kekuasaan kepada pemilu merupakan kejahatan yang luar biasa. Semuanya serba sok kuasa mempung lagi berkuasa. Lahirnya tirani kekuasaan yang didasari sifat menindas den mencengkram suara rakyat merupakan kejahatan demokrasi yang harus dilawan. Martabat bangsa merdeka untuk berdemokrasi secara baik dan tertata merupakan cita ideal bangsa dalam membangun peradaban bangsa yang tangguh dengan tujuan tercipta keharmonisan bangsa. Tipoloni tirani kekuasaan berbanding lurus dengan sikap pemimpin negara yang tidak bijak dalam memberikan ruang kepada kebebasan dalam demokrasi dalam pemilu. Ada keberpihakan pemimpin negara kepada kontestasi pilihan politik tertentu merupakan tirani kekuasaan yang sangat melukai sendi nilai pemilu dan demokrasi dalam berbangsa.
*Abd. Rahman Saleh,
Dosen Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo
0Komentar