TSWpGUA9Tfd6GUO7GprpGSM7Td==

Menggugat Pemilu yang Melanggar Etik

Oleh : Abd. Rahman Saleh*

Martabat pemilu dan wajah pemilu harus benar-benar dijaga secara terhormat. 

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memberikan sanksi etik kepada seluruh anggota KPU RI.  KPU dinilai telah melakukan pelanggaran etik dan pedoman prilaku  penyelenggara pemilu tentang tidak mentaati aturan dan profesionalisme. Khusus untuk ketua KPU Hasyim Asy’ari  diberi sanksi etik lebih berat yakni sanksi etik peringatan keras terakhir karena sebelumnya Hasyim Asy’ari  juga telah disanksi etik. 

Melihat putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu   telah semakin membuka publik bahwa  ada yang salah yang dilakukan oleh KPU. Kesalahan tersebut   karena KPU tidak  jeli menelaah putusan Mahkamah Kostitusi Nomor  90 Tahun 2023. Ketika pasangan calon presiden wakil presiden  Prabowo Subianto dan Gibran  mendaftar diri di KPU sebagai pasangan calon presiden  tetap memakai  Peraturan KPU 19 Tahun 2023  sebagai tehnis operasional yang didalamnya masih mensyaratkan syarat pencalonan berusia 40 tahun. KPU  tidak mengkaji lebih dalam dan tidak membuat Peraturan KPU  yang baru akibat dari adanya putusan Mahkamah Kostitusi Nomor  90   Tahun 2023 dimana persyaratan calon presiden dan wakil presiden sudah bukan berusia 40 tahun  tapi 35 tahun.

KPU  seharusnya segera membuat perubahan Peraturan KPU yakni menarik Peraturan KPU Nomor  19  tahun 2023    dalam menyikapi putusan Mahkamah Kostitusi Nomor 90 Tahun 2023. Kecerobohan KPU  tentulah sangat berdampak kepada  legalitas calon presiden dan wakil presiden  Prabowo Gibran. Sehigga  adalah wajar secara hukum DKPP  memberikan sanksi  etik yang geitu keras kepada KPU   sebagai penyelenggara pemilu. KPU  dinilai tidak cermat   merivisi aturan batas usia pencalonan  dan mengabaikan prinsip konsultasi kepada DPR  dalam mengubah   Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023  dengan alasan DPR ketika itu masih reses . Padahal kalau mengacu kepada   pasal 254  ayat 4  dan 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Tertib DPR. . Pembahasan  konsultasi dengan DPR  dapat dilakukan   dimasa reses    sepanjang kebutuhan yang sangat mendesak.

Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu  telah  membuka ruang mata kepada publik bahwa ada hal yang salah yang dilakukan oleh KPU RI. Terhadap kesalahan   secara etik dapatkah  pencalonan presiden dan wakil presiden Prabowo dan Gibran dibatalkan. Ini  adalah menjadi pertanyaan publik.  Adanya Putusan DKPP  yang telah memvonis salah secara etik  ketika menerima pencalonan Prabowo Gibran  tetapi untuk  menggugurkan  pencalonan Prabowo Gibran  adalah bukan rana  dan bukan kewenangan dari DKPP. DKPP  hanya mempunyai tugas dan fungsi memberikan sanksi etik kepada  penyelenggara pemilu apabila ada pelanggaran yang dilanggar.

KPU yang telah melanggar etik seharusnya  adalah tau diri  dan tidak sesuka  hati dalam menyelenggarakan pemilu. Martabat pemilu dan wajah pemilu harus benar-benar dijaga secara terhormat. Martabat pemilu adalah martabat bangsa  karena bagaimanapun pemilu adalah  pesta demokrasi bangsa  yang harus benar-benar dijaga pelaksanaanya. Tidak  elok KPU menyelenggarakan pemilu  dengan prinsip keberpihakan dan tidak dengan kecermatan. Kostitusi negara telah memberi ruang yang begitu lebar kepada KPU  sebagai penyelenggara pemiu dalam mengatur tata kelola bagaimana demokrasi di pemilu dapat berjalan dengan baik.

Pesta demokrasi  yang telah tergores dengan tinta pelanggaran etik bagi KPU  telah melukai prinsip keadilan dalam pemilu. Keadilan dalam pemilu tergores dengan pelanggaran etik bagi penyelenggaran pemilu . Ruang demokrasi yang seharusnya  dibangun dengan pondasi dan kemartabatan   menjadi tergores  dengan etika penyelenggara pemilu yang tidak beretika lagi . Hal yang demikian sangat berdampak kepada kepercayaan publik kepada KPU. Publik   setengah percaya  dan setengah tidak. Publik lalu bertanya  benarkan pemilu 2024  diselenggarakan dengan jujur  dan adil sesuai dengan hukum pemilu.

KPU seharus  bersikap profesional dan taat kepada prinsip kejujuran dan keadilan 
 

Ladang demokrasi  sebagai ladang aspirasi dalam pemilu  terseret  kepada pusaran netralitas KPU. Bisakah KPU berbuat dan bersikap netral  dalam pemilu. Pertanyaan hipotesis tersebut perlu pembuktian dalam pelaksanaan pemilu nantinya. Apakah pemilu diselenggarakan dengan sikap demokratis  atau tidak .  Kepercayaan publik kepada KPU  menjadi ukuran berjalannya pemilu tahun 2024 berjalan baik atau tidak. Mampukah  KPU membawa independensi  sebagai penyelenggara pemilu. Apalagi geliat ketidak netralan terhadap TNI dan Polri serta  Aparatur Sipil Negara  juga dipertaruhkan karena ada indikasi ketidak netralan.  Kampus dan mahasiswa  sudah  bergerak melihat gelagat negara  sudah tidak  baik dalam menjaga netralitasnya dalam  di pemilu kali ini.

Peran KPU  ditengah  gelombang sanksi etik dan ditengah   negara   yang lagi disorot oleh dunia kampus bahwa ada indikasi keberpihakan negara di pemilu kali ini. KPU harus menjadi benteng  dalam terselenggaranya pemilu  yang jujur dan adil. Kalau KPU masih bermain-main dipusaran pelanggaran  etik  dan masih melakukan serangkaian pelanggaran etik entah mau jadi apa pemilu kali ini. Semua pada berharap agar pemilu dapat berjalan dengan baik sesuai dengan koridor kostitusi negara.  KPU seharus  bersikap profesional dan taat kepada prinsip kejujuran dan keadilan sebagaimana manah pasal 22E  ayat (1) UUD 1945  bahwa penyelenggara pemilu   harus memiliki    sikap jujur dan adil . 

Kemurnian  pemilu adalah kemurnian demokrasi. Demokrasi pemilu  akan merana  manakala banyak sebuah pelanggaran  baik yang dilakukan oleh penyelenggara  negara maupun oleh peserta pemilu itu sendiri. Seharusnya KPU melakukan koordfinasi dan komunkasi  dengan baim Bawaslu sebagai pengawas pemilu. Bawaslu sebagai mitra kerja dari KPU  diperankan sebelum KPU mengambil kebijakan   yang sekiranya akan berdampak kepada sebuah pelanggaran. Mana yang boleh dilakukan oleh KPU dan mana yang seharusnya  tidak boleh dilakukan.   Ada prinsip kehati-hatian bagi KPU dalam menyelenggarakan Pemilu  dengan   berprinsip kepada hukum dan kostitusi .   sehingga tidak ada kostitusi  negara yang dilanggar. Semoga.


*Abd. Rahman Saleh, Dosen Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo

0Komentar